
Oleh : Agung Soekatja Adji Mahasiswa MM UST Yogyakarta
A. Pendahuluan
Ada banyak pahlawan dan pemikir yang tercatat sejarah dengan tinta emas. Sebagai contoh, dua proklamator Republik Indonesia, Soekarno dan Moh. Hatta. Mereka memililiki banyak peninggalan berharga, baik secara gagasan maupun kisah-kisah menarik dari biografi, misalnya, bagaimana cerita masa kecil mereka di masa lalu. Salah satu pahlawan yang juga mengisi catatan- catatan dalam buku sejarah Indonesia adalah Ki Hadjar Dewantara.
Konsep pemikiran tentang kepemimpinan Ki Hadjar Dewantara mencakup tiga filosofi yang dapat dikatakan telah mencakup berbagai dimensi yang diperlukan dalam kepemimpinan. Oleh karenanya, dapat disebut kepemimpinan paripurna atau kepemimpinan menyeluruh yang mencakup seluruh aspeknya. Konsep kepemimpinan khas Indonesia ala Ki Hadjar Dewantara tidak membedakan orang dari tingkatannya, tetapi dari peranannya. Peran itupun tidak selalu sama, bisa peran saat di depan, peran pada saat di tengah, dan peran pada saat di belakang. Dengan kata lain, pada suatu saat seorang pemimpin harus berperan di depan, pada saat lain di tengah dan saat yang lain lagi bisa berperan di belakang.
Peran kepemimpinan dan manajemen seringkali disamakan artinya dalam implementasi kehidupan organisasi, hal ini dapat mempengaruhi kinerja suatu organisasi dalam menentukan arah dan tujuan. Kepemimpinan adalah yang menetukan arah, sedangkan manajemen berusaha mewujudkan agar arah itu bisa dicapai. Manajemen bisa peduli pada pemilihan metode dan cara agar tujuan itu bisa dicapai secara efektif.
Seorang pemimpin yang menentukan arah adalah panutan. Sebagai panutan, orang lain yang ada disekitarnya akan mengikuti. Seorang pemimpin harus mampu memberikan suri tauladan bagi orang-orang disekitarnya. Sehingga yang harus dipegang teguh oleh seseorang adalah kata suri tauladan. disini bisa dilihat betapa besarnya tanggungjawab moral seorang pemimpin, karena tindak-tanduknya, tingkah lakunya, cara berfikirnya, bahkan kebiasaannya akan cenderung diikuti orang lain.
Kepemimpinan dalam manajemen dakwah adalah sifat atau ciri tingkah laku pemimpin yang mengandung kemampuan untuk mempengaruhi dan mengarahkan daya kemampuan seseorang atau kelompok guna mencapai tujuan dakwah yang telah ditetapkan. Dengan demikian, hakikat kepemimpin dakwah adalah kemampuan (ability) untuk mempengaruhi dan meggerakkan orang lain (motorik) untuk mencapai tujuan dakwah.
Manajemen adalah suata proses yang diterapkan oleh individu atau kelompok dalam upaya melakukan koordinasi untuk mencapai suatu tujuan. Pada hakekatnya manajemen dengan berbagai macam fungsinya jelas sangat erat kaitannya dengan pemimpin dan pribadi pemimpin. Dengan kata lain, setiap fungsi manajemen memerlukan pemimpin dan Kepemimpinan.
Fungsi manajemen memerlukan pemimpin dan kepemimpinan, konsep manajemen dakwah erat kaitannya dengan tujuan pencapaian dakwah. Sebagai fungsi manajemen, konsep kepemimpinan Jawa Ki Hadjar Dewantara dapat menjadi contoh atau pandangan bagi seorang pemimpin dalam menentukan tujuan pencapaiaan dakwah. Karena keilmuan manajemen dakwah masih belum ada konsep kepemimpinan yang baku untuk digunakan oleh seorang pemimpin dalam menerapkan kepemimpinannya, sehingga konsep kepemimpinan jawa Ki Hadjar Dewantara dapat dijadikan rujukan bagi calon pemimpin dakwah.
B. Rumusan Masalah
Secara sederhana mengapa kepemimpinan Ki Hadjar Dewanatara dalam menajemen dakwah merupakan suatu keharusan?. Manajemen merupakan upaya untuk mengatur dan mengarahkan berbagai sumberdaya mencakup manusia, uang, barang, mesin, metode maupun market atau pasar. Gambaran tersebut mengandung arti suatu proses dalam sebuah kegiatan dimana kegiatan tersebut mampu meningkatkan motivasi keagamaan yang ada di masyarakat tentunya dengan pengelolaan sebuah manajemen dakwah secara profesional. Bila sebuah kepemimpinan Ki Hadjar Dewanatar dalam manajemen dakwah dikelola dengan baik, maka hal itu akan menjadi sebuah keharusan bagi setiap kegiatan.
C. Pembahasan
- Autobiografi Ki Hadjar Dewantara
Raden Mas Soewardi Soeryaningrat terlahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889, bertepatan dengan 1330 H dan wafat pada 26 April 1959 (berusia 70 tahun). Saat genap berusia 40 tahun menurut hitungan Tahun Caka, berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara. Sejak saat itu ia tidak lagi menggunakan gelar kebangsaannya di depan namanya. Hal ini dimaksudkan supaya ia dapat bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun hatinya. Dilihat darileluhurnya, ia adalah putra dari Suryaningrat, putra Paku Alam III. Perjalanan hidupnya benar-benar diwarnai dengan perjuangan dan pengabdian demi kepentingan bangsanya. Ia menamatkan Sekolah Dasar di ELS (Sekolah Dasar Belanda), kemudian sempat melanjutkan ke Sekolah Guru (Kweek School), tetapi belum sempat menyelesaikannya, ia pindah ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputra), tapi tidak sampai tamat pula karena sakit. Kemudian ia bekerja sebagai wartawan di beberapa surat kabar antara lain Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Koem Moeda, Tjahaja Timoer dan Poesara. Pada masanya ia tergolong penulis handal. Tulisan-tulisannya sangat komunikatif, tajam dan patriotok sehingga mampu membangkitkan semangat anti kolonial bagi pembacanya.
Pada tahun 1912, nama Ki Hadjar Dewantara dapat dikategorikan sebagai tokoh muda yang mendapat perhatian Cokroaminoto untuk memperkuat barisan Syarikat Bandung Islam cabang Bandung. Oleh karena itu, ia bersama dengan Wignyadisastra dan Abdul Muis, yang masing-masing diangkat Ketua dan Wakil Ketua, Ki Hadjar Dewantara diangkat sebagai sekretaris. Namun keterlibatannya dalam Syarikat Islam ini terhitung singkat, tidak genap satu tahun. Hal ini terjadi, karena bersama dengan Douwes Dekker (Danudirja Setyabudhi) dan Cipto Mangunkusumo, ia diasingkan ke Belanda (1913) atas dasar orientasi politik mereka yang radikal. Kemudian alasan lain yakni Ki Hajar jauh lebih mengaktifkan dirinya pada program Indische Partij (Partai politik pertama yang beraliran nasionalisme Indonesia) yang didirikan tanggal 25 Desember 1912 yang bertujuan mencapai Indonesia merdeka.
Ki Hadjar Dewantara tidak hanya terlibat dalam konsep dan pemikiran melainkan juga aktif sebagai pelaku yang berjuang membebaskan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda dan Jepang melalui pendidikan yang diperjuangkannya melalui sistem Pendidikan Taman Siswa yang didirikan dan diasuhnya. Sebagai tokoh Nasional pula yang disegani dan dihormati baik oleh kawan maupun lawan. Wawasan beliau sangat luas dan tidak berhenti berjuang untuk bangsanya hingga akhir hayat. Perjuangan beliau dilandasi dengan rasa ikhlas yang mendalam, disertai rasa pengabdian dan pengorbanan yang tinggi dalam mengantar bangsanya ke alam merdeka.
Karena pengabdiannya terhadap bangsa dan negara, pada tanggal 28 November 1959, Ki Hajar Dewantara ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional. Dan pada tanggal 16 Desember 1959, pemerintah juga menetapkan tanggal lahir Ki Hajar Dewantara tanggal 2 Mei sebagai Hari Pendidikan Nasional berdasarkan keputusan dari Presiden RI Nomor 316 tahun 1959.
Selain mendapat pendidikan formal di lingkungan Istana Paku Alam tersebut, Ki Hajar Dewantara juga mendapat pendidikan formal antara lain:
1) ELS (Europeesche Legere School). Sekolah Dasar Belanda III
2) Kweek School (Sekolah Guru) di Yogyakarta.
3) STOVIA (School Tot Opvoeding Van Indische Arsten) yaitu sekolah kedokteran yang berada di Jakarta. Pendidikan di STOVIA ini tak dapat diselesaikan karena Ki Hajar Dewantara sakit.9 d. Europeesche Akte, Belanda 1914.
Selain itu, Ki Hajar Dewantara memiliki karir dalam dunia jurnalistik, politik dan juga sebagai pendidik, diantaranya:
1) Wartawan di Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Koem Moeda, Tjahaja Timoer dan Poesara.
2) Pendiri National Onderwijis Institut Taman Siswa (Perguruan Nasional Taman Siswa) pada 3 Juli 1922.
3) Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan yang pertama.
4) Boedi Oetomo 1908.
5) Syarekat Islam cabang Bandung 1912. f. Pendiri Indische Partij (partai politik pertama yang beraliran nasionalisme Indonesia) 25 Desember 1912.
Berikut karya-karya Ki Hajar Dewantara yang berpengaruh terhadap perkembangan pendidikan di Indonesia, diantaranya:
1) Ki Hajar Dewantara, buku bagian pertama: tentang Pendidikan, buku ini khusus memberikan gagasan dan pemikiran Ki Hajar Dewantara dalam bidang pendidikan di antaranya tentang Pendidikan Nasional. Tri Pusat Pendidikan, Pendidikan Kanak-Kanak, Pendidikan Sistem Pondok, Adab dan Etika, Pendidikan dan Kesusilaan.
2) Ki Hajar Dewantara, buku bagian kedua: tentang Kebudayaan. Dalam buku ini memuat tulisan-tulisan mengenai kebudayaan dan kesenian, diantaranya: Asosiasi antara Barat dan Timur, Pembangunan Kebudayaan Nasional, Kebudayaan di Jaman Merdeka, Kebudayaan Nasional, Kebudayaan Sifat Pribadi Bangsa, Kesenian Daerah dalam Persatuan Indonesia, Islam dan Kebudayaan, Ajaran Pancasila, dll.
3) Ki Hajar Dewantara, buku bagian ketiga: tentang Politik dan Kemasyarakatan. Dalam buku ini memuat tentang politik antara tahun 1913-1922 yang menggeser dunia imperialis Belanda, dan tulisan- tulisan mengenai wanita, pemuda dan perjuangannya.
4) Ki Hajar Dewantara, buku bagian keempat: tentang Riwayat dan Perjuangan Hidup Penulis: Ki Hajar Dewantara. Dalam buku ini melukiskan kisah kehidupan dan perjuangan hidup perintis dan pahlawan kemerdekaan Ki Hajar Dewantara.
5) Tahun 1912 mendirikan Surat Kabar Harian De Expres (Bandung), Harian Sedya Tama (Yogyakarta), Midden Java (Yogyakarta), Kaum Muda (Bandung), Utusan Hindia (Surabaya, Cahaya Timur (Malang).
6) Monumen Nasional Taman Siswa yang didirikan pada tanggal 13 Juli 1922.
7) Pada tahun 1913 mendirikan Komite Bumi Putra bersama Cipto Mangunkusumo, untuk memprotes rencana perayaan 100 tahun kemerdekaan Belanda dari penjajahan Perancis yang akan dilaksanakan pada tanggal 15 November 1912 secara besar-besaran di Indonesia.
8) Mendirikan IP tanggal 16 September 1912 bersama Dauwes Dekker dan Tjipto Mangunkusumo.
9) Tahun 1918 mendirikan Kantor Berita Indesische Persburean di Nederland.
10) Tahun 1944 diangkat menjadi anggota Naimo Bun Kyiok Yoku Sanyo (Kantor Urusan Pengajaran dan Pendidikan).
11) Pada tanggal 8 Maret 1955 ditetapkan pemerintah sebagai perintis Kemerdekaan Nasional Indonesia.
12) Pada tanggal 19 Desember 1956 mendapat gelar kehormatan Honoris Causa dalam ilmu kebudayaan dari Universitas Negeri Gajah mada.
13) Pada 20 Mei 1961 menerima tanda kehormatan Satya Lantjana kemerdekaan.
Berikut beberapa penghargaan yang pernah diterima oleh Ki Hajar Dewantara, antara lain:
- Bapak Pendidikan Nasional, hari kelahirannya dijadikan hari Pendidikan Nasional.
- Pahlawan Pergerakan Nasional (surat keputusan Presiden RI No. 305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959).
- Doktor Honoris Causa dari Universitas Gajah Mada pada tahun 1957.
Pemikiran dan Karir Ki Hadjar Dewantara ; Ki Hadjar Dewantara sebagai pejuang bangsa: Kekurangberhasilannya dalam menempuh pendidikan tidaklah menjadi hambatan untuk terus berkarya dan terus berjuang. Akhirnya perhatiannya dalam bidang jurnalistik inilah yang menyebabkan Ki Hadjar diberhentikan oleh Rathkamp, kemudian pindah ke Bandung untuk membantu Douwes Dekker dalam mengelola harian De Expres. Tulisan demi tulisan terus mengalir dari penanya dan puncaknya adalah Sirkuler yang menggemparkan pemerintahan Belanda yaitu Als Ik Eens Nederlander Was ! Andaikan aku seorang Belanda ! tulisan ini pula yang mengantar Ki Hadjar Dewantara ke pintu penjara pemerintahan Kolonial Belanda, untuk kemudian bersama-sama dengan Cipto Mangun Kusumo dan Douwes Dekker diasingkan ke negeri Belanda.
Pada tanggal 30 Juli 1913 Ki Hajar Dewantara dan Cipto Mangunkusumo ditangkap, seakan keduanya yang paling berbahaya di wilayah Hindia Belanda. Setelah diadakan pemeriksaan singkat keduanya secara resmi dikenakan tahanan sementara dalam sel yang terpisah dengan seorang pengawal di depan pintu. Sampai pada putusan pemerintahan Hindia Belanda tanggal 18 Agustus 1913 Nomor: 2, ketiga orang tersebut diinternir, termasuk Douwes Dekker.
Dalam perjalanan pengasingannya Ki Hadjar menulis pesan untuk saudara dan kawan seperjuangan yang ditinggalkan dengan judul: Vrijheidsherdenking end Vrijheidsberoowing. Peringatan kemerdekaan dan perampasan kemerdekaan. Tulisan tersebut dikirim melalui kapal Bullow tanggal 14 September 1913 dari teluk Benggala.
Sekembalinya dari pengasingan, Ki Hadjar Dewantara tetap aktif dalam berjuang. Oleh partainya Ki Hadjar diangkat sebagai sekretaris kemudian sebagai pengurus besar NIP (National Indisch Partij) di Semarang, dan berbagai jabatan- jabatan lain yang membuatnya semakin melambung di bidang intelektual. Dengan berbekal pengetahuan yang diperoleh dari pengasingan di negeri Belanda. Ki Hadjar mendirikan Perguruan Nasional Taman Siswa pada tanggal 3 Juli 1922 di Yogyakarta. Melalui bidang pendidikan inilah Ki Hadjar berjuang melawan penjajah kolonial Belanda.
Ki Hadjar Dewantara sebagai pendidik; Reorientasi perjuangan Ki Hajar Dewantara dari dunia politik ke dunia pendidikan mulai disadari sejak berada dalam pengasingan di negeri Belanda. Ki Hajar Dewantara mulai tertarik pada masalah pendidikan, terutama terhadap aliran yang dikembangkan oleh Maria Montessori dan Robindranat Tagore. Kedua tokoh tersebut merupakan pembongkaran dunia pendidikan lama dan pembangunan dunia baru.
Ki Hadjar Dewantara berpendapat bahwa kemerdekaan nusa dan bangsa untuk mengejar keselamatan dan kesejahteraan rakyat tidak hanya dicapai melalui jalan politik, tetapi juga melalui pendidikan. Oleh karenanya timbullah gagasan untuk mendirikan sekolah sendiri yang akan dibina sesuai dengan cita-citanya. Untuk merealisasikan tujuannya, Ki Hadjar Dewantara mendirikan perguruan Taman Siswa. Untuk mewujudkan gagasannya tentang pendidikan yang dicita-citakan tersebut, Ki Hajar menggunakan metode Among yaitu metode pengajaran dan pendidikan yang berdasarkan pada asih, asah dan asuh
Ki Hadjar Dewantara sebagai pemimpin rakyat ; Sebagai seorang pemimpin, Ki Hadjar Dewantara menggunakan teori kepemimpinan yang dikenal dengan Trilogi Kepemimpinan yang telah berkembang dalam masyarakat. Trilogi kepemimpinan tersebut adalah Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tutwuri Handayani. Ki Hadjar Dewantara adalah seorang demokrat yang sejati, tidak senang pada kewenang-wenangan dari seorang pemimpin yang mengandalkan kekuasaannya. Beliau selalu bersikap menghargai dan menghormati orang lain sesuai dengan harkat dan martabat. Dengan sikap yang arif beliau menerima segala kekurangan dan kelebihan orang lain, untuk saling mengisi, memberi dan menerima demi sebuah keharmonisan dari lembaga yang dipimpinnya.
Ki Hadjar Dewantara sebagai budayawan; Teori pendidikan Taman Siswa yang dikembangkan oleh Ki Hajar Dewantara sangat memperhatikan dimensi- dimensi kebudayaan serta nilai-nilai yang terkandung dan digali dari masyarakat. Dengan teorinya, Ki Hadjar Dewantara berpendapat: “bahwa dalam mengembangkan dan membina kebudayaan nasional, harus merupakan dari kelajutan dari budaya sendiri (kontuinitas) menuju kearah kesatuan kebudayaan dunia (konvergensi) dan tetap terus mempunyai sifat kepribadian dalam lingkungan kemanusiaan sedunia (konsentrisitas). Dengan demikian jelas bagi kita bahwa terhadap pengaruh budaya asing, kita harus terbuka, diserta sikap selektif adaptif dengan pancasila sebagai tolak ukurnya.
Selektif adaptatif berarti dalam mengambil nilai-nilai tersebut harus memilih yang baik dalam rangka usaha memperkaya kebudayaan sendiri, kemudian disesuaikan dengan situasi dan kondisi bangsa dengan menggunakan pancasila sebagai tolak ukurnya. Semua nilai budaya asing perlu diamati secara selektif. Manakala ada unsur kebudayaan yang bisa memperindah, memperhalus, dan meningkatkan kualitas kehidupan hendaknya diambil, tetapi jika unsur budaya asing tersebut berpengaruh sebaliknya, sebaiknya ditolak. Nilai kebudayaan yang sudah kita terima kemudian perlu disesuaikan dengan kondisi dan psikologi rakyat kita, agar masuknya unsur kebudayaan asing tersebut dapat menjadi penyambung bagi kebudayaan nasional kita.
Demikian luas dan intensnya Ki Hadjar Dewantara dalam memperjuangkan dan mengambangkan kebudayaan bangsanya, sehingga karena jasanya itu, M Sarjito Rektor Universitas Gajah Mada menganugerakan gelar Doktor Honoris Causa (DR-Hc) dalam ilmu kebudayaan kepada Ki Hadjar Dewantara paa saat Dies Natalis yang ketujuh tanggal 19 Desember 1956. Pengukuhan tersebut disaksikan langsung oleh Presiden Soekarno.
Ki Hadjar Dewantara punya visi kepemimpinan dan pendidikan. Kedua hal itu sangat dibutuhkan di era kekinian, baik dalam lingkup formal, non-formal, keislaman, maupun umum. Pendidikan mesti menyentuh semua masyarakat Indonesia tanpa memandang latar belakang maupun status warga. Pendidikan mesti diselenggarakan pemerintah secara merata. Pendidikan memiliki prinsip-prinsip tertentu, tergantung di mana ia dijalankan. Sebagai contoh, di kehidupan pesantren, tentu ada kitab-kitab tertentu yang dipelajari. Sementara di lembaga umum, ada pula referensi-referensi induk yang dijadikan rujukan.
- Kepemimpinan Dalam Fungsi Manajemen
Salah satu konsep dikenalkan oleh Ki Hajar Dewantara adalah momong, among, dan ngemong yang kemudian dikembangkan menjadi tiga prinsip kepemimpinan di Taman Siswa: Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, dan Tut Wuri Handayani. Seorang demokrat yang sejati, tidak senang pada kewenang-wenangan dari seorang pemimpin yang mengandalkan kekuasaannya. Beliau selalu bersikap menghargai dan menghormati orang lain sesuai dengan harkat dan martabat. Dengan sikap yang arif beliau menerima segala kekurangan dan kelebihan orang lain, untuk saling mengisi, memberi dan menerima demi sebuah keharmonisan dari lembaga yang dipimpinnya.
Ing Ngarsa Sung Tuladha yang artinya di depan. Maksud di depan adalah seseorang harus bisa memberi teladan atau contoh. Teladan menjadi kata kunci kesuksesan dalam pembelajaran, sehingga ketika pembelajaran berlangsung seorang pendidik harus membimbing dan mengarahkan agar tujuan pembelajaran yang dipelajari siswa benar dan tepat. Selama proses pembelajaran guru tanpa sadar menjadi panutan bagi siswa baik dari kata maupun perbuatan. Oleh karena itu pendidik selain menguasai pengetahuan dia juga harus mempunyai pribadi yang dapat dicontoh.
Ing Madya Mangun Karsa yang artinya ditengah-tengah atau diantara seseorang bisa menciptakan prakarsa dan ide. Guru memiliki peranan penting untuk menstimulus agar terciptanya prakarsa dan ide di dalam proses pembelajaran. Kehadiran guru dapat memfasilitasi dengan beragam metode dan strategi agar tujuan pembelajar dapat tercapai. Selain itu, potensi yang dimilik oleh siswa dapat berkembang dengan baik.
Tut Wuri Handayani yang artinya dari belakang seorang pendidik harus bisa memberikan dorongan dan arahan. Pada pengertian itu seseorang harus dapat mendorong orang yang dalam tangungjawabnya untuk mencapai tujuan secara berkelanjutan dalam pekerjaannya.
Secara alami, perencanaan itu merupakan bagian dari sunatullah, yaitu dengan melihat bagaimana Allah SWT. menciptakan alam semesta dengan hak dan perencanaan yang matang disertai tujuan yang jelas. Perencanaan merupakan poin utama dalam aktivitas manajerial. Karena bagaimanapun sempurnanya suatu aktivitas manajemen tetap membutuhkan perencanaan. Perencanaan merupakan langkah awal bagi sebuah kegiatan dalam bentuk memikirkan hal-hal yang terkait agar memperoleh hasil yang optimal. Oleh karena itu, agar proses dakwah dapat memperoleh hasil yang maksimal, maka perencanaan itu merupakan sebuah keharusan. Pada perencanaan dakwah menyangkut tujuan apa yang harus dikerjakan dan sarana-sarana bagaimana harus dilakukan. Dan pada tahapan ini bila tidak ditampilakan konsistensi, maka hasilnya juga akan tidak sesuai keinginannya.
Rencana Strategi dan Rencana Operasional Rencana strategis merupakan rencana yang berlaku bagi seluruh organisasi, yaitu menentukan sasaran umum organisasi dan berusaha menempatkan organisasi tersebut kedalam lingkungannya. Sedangkan rencana operasional adalah rencana yang menempatkan rincian tentang cara mencapai keseluruhan tujuan organisasi. Posisi dakwah dalam rencana ini adalah mencakup sudut pandang yang lebih luas karena mencakup segala aspek kehidupan.
Organisasi itu sendiri menunjukkan kepada suatu keadaan di mana beberapa orang bergabung dan mempersatukan kekuatan mereka untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Setiap organisasi haruslah memiliki 3 unsur dasar. Unsur-unsur tersebut tidak lain adalah sekelompok orang/anggota, kerjasama, dan adanya tujuan yang ingin dicapai. Dengan demikian organisasi merupakan sarana untuk melakukan kerjasama antara orang-orang dalam rangka mencapai tujuan bersama dengan mendayagunakan sumber daya yang dimiliki. Keharusan bekerja sama mencapai tujuan kebaikan, sebagai sarana untuk melakukan kerja sama dalam mencapai tujuan bersama pula, perlu kita ketahui bahwa dapat dikatakan organisasi apabila mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: Adanya suatu kelompok orang yang dapat dikenal dan saling mengenal. Adanya kegiatan yang berbeda-beda, tetapi satu sama lain saling berkaitan (interdependent part) yang merupakan kesatuan kegiatan. Tiap-tiap orang memberikan sumbangan atau konstribusinya berupa pemikiran, tenaga, dan lain-lain. Adanya kewenangan, koordinasi dan pengawasan. Adanya tujuan yang ingin dicapai.
Sebagaimana ciri-ciri di atas, sesungguhnya organisasi bagi umat Islam itu sendiri bukanlah suatu hal yang asing, sejak pertamanya masyarakat Islam ialah organisasi yang merupakan satu kesatuan keluarga besar yang dibina di atas persatuan dan persaudaraan. Harus Mempunyai Tujuan yang Jelas; Organisasi dibentuk atas dasar adanya tujuan yang ingin dicapai, dengan demikian tidak mungkin suatu organisasi tanpa adanya tujuan.
Prinsip Skala Hirarki; Dalam suatu organisasi harus ada garis kewenangan yang jelas dari pimpinan, pembantu pimpinan sampai pelaksana, sehingga dapat mempertegas dalam pendelegasian wewenang dan pertanggungjawaban, dan akan menunjang efektivitas jalannya organisasi secara keseluruhan.
Prinsip Kesatuan Perintah, Prinsip Pendelegasian Wewenang, Prinsip Pertanggungjawaban, Prinsip Pembagian Pekerjaan, Prinsip Rentang Pengendalian, Prinsip Fungsional, Prinsip Pemisahan, Prinsip Keseimbangan, Prinsip Fleksibilitas, Prinsip Kepemimpinan.
Stoner dan Wankel Mendefinisikan bahwasannya “Pengawasan berarti para manajer yang berusaha untuk meyakinkan bawahan, bahwa organisasi bergerak dalam arah atau jalur tujuan. Apabila salah satu bagian dalam organisasi menuju arah yang salah, para manajer berusaha untuk mencari sebabnya dan kemudian mengarahkan kembali Menurut ke jalur tujuan yang benar”. Sementara itu menurut Mc Farland , mendefinisikan bahwasannya “Pengawasan ialah suatu proses dimana pimpinan ingin mengetahui apakah hasil pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh bawahannya sesuai dengan rencana, perintah, tujuan, atau kebijaksanaan yang telah ditentukan . Selanjutnya Smith menyatakan bahwa: “Controlling“ sering diterjemahkan pula dengan pengendalian, termasuk di dalamnya pengertian rencana-rencana dan norma-norma yang mendasarkan pada maksud dan tujuan manajerial.
Pengawasan merupakan kegiatan-kegiatan dimana suatu sistem terselenggarakan dalam kerangka norma-norma yang ditetapkan atau dalam keadaan keseimbangan bahwa pengawasan memberikan gambaran mengenai hal-hal yang dapat diterima, dipercaya atau mungkin dipaksakan, dan batas pengawasan (control limit) merupakan tingkat nilai , atas atau bawah suatu sistem dapat menerima batas toleransi dan tetap memberikan hasil yang cukup memuaskan. Dalam manajemen, pengawasan (controlling) merupakan suatu kegiatan untuk mencocokkan apakah kegiatan operasional (actuating) di lapangan sesuai dengan rencana (planning) yang telah ditetapkan dalam mencapai tujuan (goal) dari organisasi. Dengan demikian yang menjadi obyek dari kegiatan pengawasan adalah mengenai kesalahan, penyimpangan, cacat dan hal-hal yang bersifat negatif seperti adanya kecurangan, pelanggaran dan korupsi.
Fungsi pengawasan berhubungan erat dengan Perencaaan, karena dapat dikatakan rencana itulah sebagai standar dari pengawasan bagi pekerjaan yang sedang dikerjakan. Demikian pula fungsi pemberian perintah berhubungan erat dengan fungsi pengawasan, karena sesungguhnya pengawasan itu merupakan follow up dari perintah yang sudah dikeluarkan. Apa yang sudah diperintahakan harus diawasi agar apa yang diperintahkan benar-benar dilaksanakan.
Dari semua definisi tersebut dapat kami simpulkan bahwa pengawasan merupakan keseluruhan sistem, teknik, cara yang mungkin dapat digunakan oleh seorang manajer untuk menjamin agar segala aktifitas dalam sebuah organisasi benar-benar menerapkan prinsip efisiensi dan mengarah pada upaya untuk mencapai keseluruhan tujuan organisasi. Dalam organisasi Dakwah Pengendalian (controling/pengawasan) diartikan Riqabah, yang dimaksudkan sebagai sebuah kegiatan yang mengukur penyimbangan dari prestasi yang direncanakan dan menggerakkan tindakan korektif/evaluasi. Adapun unsur- unsur dasar pengendalian meliputi: Sebuah standar spesifikasi prestasi yang diharapkan. Ini dapat berupa sebuah anggaran prosedur operasional, Sebuah pengukuran proses riil, Sebuah laporan penyimpangan pada unit pengendali, Seperangkat tindakan yang dapat dilakukan oleh unit pengendali untuk mengubah prestasi bila prestasi sekarang kurang memuaskan, yaitu seperangkat aturan keputusan untuk memilih tanggapan yang layak.
Pengendalian manajemen dakwah lebih bersifat komprehensif dimana lebih mengarah pada upaya yang dilakukan manajemen agar tujuan organisasi tercapai. Dalam hal ini unsur-unsur yang terkait, meliputi detektor, selektor, efektor, dan komunikator. Unsur-unsur tersebut satu sama lain akan saling berkaitan yang akan membentuk suatu jalinan proses kerja. Bagi organisasi dakwah dalam melakukan pengendalian perlu adanya sebuah acuan normatif yang berdasarkan Al Qur’an dan As-Sunnah.
Pada dasarnya proses pengendalian menejemen dakwah yang efektif itu bersifat formal, namun pada realitasnya pengendalian manajemen merupakan sebuah tahapan yang saling berkaitan satu dengan lainnya, yang terdiri dari : Pemrogaman (programming), pada tahapan ini organisasi dakwah menentukan program-program yang akan dilaksanakan dan memperkirakan sumber-daya (da’i) yang akan dialokasikan untuk setiap program dakwah yang telah ditentukan. Penganggaran (budgeting), merupakan rencana yang terorganisirr dan bersifat menyeluruh yang dinyatakan dalam unit moneter untuk oprasi aktivitas dakwah dan penggandaan sumber daya suatu perusahaan selama periode tertentu dimasa yang akan datang. Dengan kata lain, bahwa penganggaran adalah sebuah pernyataan kuantitatif formal mengenai sumber daya yang dialokasikan untuk aktivitas yang direncanakan selama kurun waktu tertentu. Anggaran ini merupakan sebuah sarana yang sangat urgen yang digunakan untuk mengendalikan seluruh aktivitas dakwah disetiap sektor dalam sebuah organisasi.
Pengendalian Manajemen Dakwah dikonsentrasikan pada pelaksanaan aktifitas tugas-tugas dakwah yang sedang berlangsung maupun yang telah selesai dilakukan. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya preventif terhadap kemungkinan-kemungkinan terjadinya penyimpangan serta upaya peningkatan dan penyempurnaan terhadap proses dakwah kedepan.Pada sisi lain pengendalian ini juga dimaksudkan untuk membantu para manajer dakwah dalam memonitor perubahan mad’u, perubahan lingkungan, dan pengaruhnya terhadap kemajuan organisasi. Secara spesifik pengendalian dakwah ini dibutuhkan untuk: Menciptakan suatu mutu dakwah yang lebih baik, Dapat menciptakan siklus yang lebih tepat. Untuk mempermudah pendelegasian da’i dan kerja tim. Elemen yang perlu diperhatikan untuk peningkatan strategi dan efektifitas organisasi dakwah meliputi antara lain: Pengembangan profesionalitas, Hubungan interpersonal.
Setelah dilakukan pengendalian semua aktifitas dakwah, maka yang harus diperhatikan dalam mengelola sebuah organisasi dakwah adalah dengan melakukan langkah evaluasi. Evaluasi dakwah dirancang untuk memberikan penilaian kepada orang yang dinilai dan orang yang menilai atau pimpinan dakwah tentang informasi mengenai hasil karya. Tujuan dari program evaluasi ini adalah untuk mencapai konklusi dakwah yang evaluatif dan memberi pertimbangan mengenai hasil karya serta untuk mengembangan karya dalam sebuah program. Sebelum organisasi dakwah melangkah pada langkah selanjutnya, maka diperlukan sebuah evalusi perencanaan. Karena evaluasi harus dilakukan dalam perencanaan dakwah, baik pada tahap awal, tengah, dan akhir. Pada tahap analisis diperlukan sebuah evaluasi, materi yang akan disampaikan, metode, media, dan lain sebagainya yang menunjang aktifitas dakwah selalu dibutuhkan sebuah evaluasi.
- Sifat dan Karateristik Kepemimpinan dalam Rangka Manajemen Dakwah Untuk menjalankan organisasi dakwah dibutuhkan sebuah Pemimpin yang handal.
Kepemimpinan dalam pengertian umum adalah suatu proses ketika seseorang memimpin, membimbing, dan atau mengontrol pikiran, perasaan, atau tingkah laku orang lain. Sedangkan pengertian secara khusus dapat dilihat dari beberapa pendapat berikut:
- Kepemimpinan adalah kepribadian seseorang yang menyebabkan sekelompok orang lain mencontoh atau mengikutinya.
- Kepemimpinan adalah suatu proses dimana seseorang memimpin, membimbing, mempengaruhi pikiran, perasaan, atau tingkah laku orang lain
- Kepemimpinan adalah proses membujuk orang lain untuk mengambil langkah menuju suatu sasaran bersama.
Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa seseorang dapat disebut pemimpin apabila seseorang itu dapat mempengaruhi pikiran, perasaan, dan prilaku orang lain, baik individu maupun kelompok untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Pemimpin yang ideal adalah pemimpin yang memiliki kemampuan untuk memadukan antara dimensi institusional dengan dimensi individual. Adapun karateristik manajer dakwah yang ideal itu dapat dikategorikan sebagai berikut ;
- Amanah; Amanah merupakan kunci kesuksesan setiap pekerjaan dan sangat penting dimiliki oleh para manajer, karena seorang manejer di beri amah untuk mengelola organisasi dakwah yang cakupannya sangat luas dan memperhatikan hak-hak orang banyak.
- Memiliki ilmu dan keahlian; Seorang pemimpin harus menerapakan manajemen dengan mengetahui spesialisasi bidang pekerjaan dan ahli dalam spesialisasi Karena tanpa ilmu dan keahlian, maka seorang manajer menjadi manajer tradisional yang hanya mengerjakan apa yang diketahui tentang pekerjannya.
- Memiliki kekuatan dan mampu merealisir; Jika seorang pemimpin tidak memiliki kekuatan, maka tidak sanggup mengendalikan karyawannya dan jika pemimpin tidak memiliki potensi untuk merealisir keputusannya, maka pemimpin tersebut tidak lebih sebagai dekorasi yang diletakkan di atas
- Rendah diri; Sebagaimana seorang pemimpin harus kuat tapi tidak keras, dan juga harus rendah diri, namun tidak lemah untuk mendapatkan hati seluruh anggota yang bekerja sama
- Toleransi dan sabar; Karena keduannya adalah syarat bagi siapa saja yang memiliki kedudukan di muka bumi ini. Tanpa sifat kedua tersebut seseorang tidak mendapatkan
- Benar, adil dan dapat dipercaya; Pemimpin yang jujur, adil dan dapat dipercaya merupakan pemimpin yang dikehendaki oleh Allah Swt, karena Allah senantiasa menyuruh untuk berlaku adil dan berbuat baik kepada
- Musyawarah; Pemimpin yang sukses harus mampu mambangun suasana dialogis dan komunikasi yang baik antara seluruh komponen dalam organisasi dengan jalan melakukan musyawarah antar karyawan, sehingga seluruh komponen merasa ikutterlibat dan libatkan, sehingga melahirkan sikap sense of bilonging terhadap
- Cerdik dan memiliki firasat; Pemimpin harus memiliki keceerdikan dan insting yang kuat dalam merespon fenomena yang ada, sehingga dapat membawa kesuksesan bagi seluruh
Setelah memaparkan beberapa karateristik dari kepemimpinan dalam sebuah manajemen, maka selanjutkan ada baiknya juga diperhatikan tentang syarat-syarat kesuksesan dalam menjalankan sebuah manajemn organisasi atau lembaga dakwah,, di antaranya adalah sebagai berikut : Tersedianya informasi yang memadai, dapat menertipkan dengan baik, dan mengumpulkan pada semua lapisan anggota organisasi, Memudahkan sebuah komunikasi antara para karyawan perusahaan dan tidak adanya perselisihan anatara atasan dengan bawahan, Adanya insentif (reward) untuk memotivasi, memuliakan para anggota yang berprestasi, dan memberi perhatian khusus pada anggota yang teledor. Serius dalam menghadapi masalah dan mengambil keputusan. Menentukan keahlian dan otoritas serta tidak tumpang tidih di dalamnya. Kejelasan dalam menentukan tujuan organisasi atau lembaga yang harusmdiketahui oleh para anggota di semua level, divisi atau departemen yang terkait. Mengetahui potensi para anggota dan mengarahkannya dengan pengrahan yang baik dan sehat.
Sebagai pemimpin dakwah harus memiliki beberapa kemampuan atau ketrampilan-ketrampilan agar tugasnya dapat diemban dengan baik. Secara umum kemampuan atau ketrampilan-ketrampilan itu tercermin dalam tiga hal, yaitu: Technical Skill, Human skill dan Conceptual Skill; Kemampuan untuk melihat secara utuh dan luas terhadap berbagai masalah, dan kemudian mengaitkannya dengan berbagai prilaku yang berbeda dalam organisasi serta menyelaraskan antara berbagai keputusan yang dikeluarkan oleh berbagai organisasi yang secara keseluruhan bekerja untuk meraih tujuan yang telah ditentukan.
D. PENUTUP
Sifat-sifat mulia yang dimiliki oleh kepemimpinan dakwah terlebih dalam memotivasi dakwahnya diharapkan mampu menjalin komunikasi yang efektif, dekat dengan umat, selalu memberi teladan bagi umatnya. Karena kepemimpinan atau pemimpin pada hakekatnya merupakan salah satu fungsi manajer Karakteristik Kepemimpinan dalam Perspektif Manajemen Dakwah TADBIR Vol. 1, No. 2, Desember 2016 187 disamping fungsi planning, organizing dan controlling. Selain prinsip dasar tersebut kemampuan seorang pemimpin dakwah harus juga memiliki beberapa kemampuan khusus atau beberapa ketrampilan agar tugasnya menjadi seorang pemimpin dapat mengemban dengan sebaik-baiknya. Kemampuan dan ketrampilan seorang pemimpin tercermin dalam tiga hal, pertama, technical skill, kedua, human skill dan ketiga conceptual skill. Pemimpin harus mampu menjadi seorang figur atau relasi bagi yang dipimpinnya, juga harus mampu menjadi konseptor pencetus ide yang ada dalam masyarakat serta mampunyai kemampuan untuk melihat secara utuh dan luas terhadap berbagai masalah yang kemudian mengaitkannya dengan berbagai prilaku yang berbeda dalam organisasi serta menyelaraskan antara berbagai keputusan yang dikeluarkan oleh berbagai organisasi yang secara keseluruhan bekerja untuk meraih tujuan yang telah ditentukan dengan masyarakat sebagai keberhasilan sebuah dakwah Islam
Konsep Kepemimpinan Jawa Ki Hadjar Dewantara Dalam Manajemen Dakwah adalah konsep kepemimpinan Jawa Ki Hadjar Dewantara yang masih relevan diterapkan di organisasi dakwah sesuai dengan Perspektif Manajemen Dakwah, hal ini didasari dari pemikiran dan konsep kepemimpinan Jawa Ki Hadjar Dewantara yaitu, Ing Ngarso Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tutwuri Handayani. Konsep tersebut relatif baik untuk diterapkan pemimpin diberbagai organisasi, apalagi organisasi dakwah. Karena konsep kepemimpinan Jawa Ki Hadjar Dewantara mempunyai arti Ing Ngarsa Sung Tuladha di depan menjadi teladan, Ing Madya Mangun Karsa di tengah-tengah memberikan motivasi, Tutwuri Handayani di belakang memberikan dorongan moral dan semangat. Konsep kepemimpinan Jawa dapat disebut juga kepemimpinan paripurna atau kepemimpinan menyeluruh yang mencakup seluruh aspeknya yang bersifat keteladanan dengan memberikan contoh yang baik untuk anggotanya.
Manajemen Dakwah ialah suatu konsep keilmuan manajemen yang diterapkan dalam organisasi dakwah, manajemen dakwah sebagai ilmu terapan dalam pandangan kepemimpinannya mempunyai sosok pemimpin yang suri tauladan. Kepemimpinan inilah yang diharapkan akan lahir dari kepemimpinan Ki Hadjar Dewantara yaitu Ing Ngarso Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tutwuri Handayani. Kelemahan konsep kepemimpinan Jawa Ki Hadjar Dewantara, karena istilah yang digunakan Ki Hadjar Dewantara menggunakan istilah bahasa Jawa, sehingga tidak semua masyarakat Indonesia memahaminya, dikarenakan Indonesia mempunyai berbagai perbedaan bahasa dimasing-masing daerahnya. Mesikupun demikian, secara tidak langsung setiap pemimpin yang baik, cenderung menggunakan metode yang sudah dikonsepkan oleh Ki Hadjar Dewantara.
DAFTAR PUSTAKA
Robbins, SP and Judge, T.A.92007), Perilaku Oganisasi, Salemba 4, Edi 12, Jakarta
Abuddin Nata, Tokoh-tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005
Bambang Dewantara, 100 Tahun Ki Hajar Dewantara, Jakarta: Pustaka Kartini, cet. I, 1989
Gunawan, Berjuang Tanpa Henti dan Tak Kenal Lelah dalam Buku Perjuangan 70 TahunTaman Siswa, Yogyakarta: MLPTS, 1992, 302-303
Irna, H.N. Hadi Soewito, Soewardi Soeryaningrat dalam Pengasingan, Jakarta: Balai Pustaka, 1985
Jazim Hamidi dan Mustafa Lutfi, Civic Education : Antara Realitas Politik dan Implementasi Hukumnya. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2010
Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1998
Khatib Pahlawan Kayo, Manajemen Dakwah – Dari Dakwah Konvensional Menuju Dakwah Kontemporer, Jakarta: Amzah, 2007.
Ki Hajar Dewantara, Karya Bagian I: Pendidikan, Yogyakarta: MLPTS, cet.II, 1962 .
Ki Hariyadi, Ki Hadjar Dewantara sebagai Pendidik, Budayawan, Pemimpin Rakyat, dalam Buku Ki Hadjar Dewantara dalam Pandangan Para Cantrik dan Mentriknya,Yogyakarta: MLTS, 1989
Ki Hariyadi, Sistem Among dari Sistem Pendidikan Ke Sistem Sosial, Yogyakarta: MLPTS, 1989
Liya Sunarwinadi, Komunikasi antar-Budaya. (Jakarta: Pusat antar Universitas Ilmu-ilmmu Sosial UI, tt.
- Munir dan Wahyu Illahi, Manajemen Dakwah. Jakarta: Kencana, 2009
Manullang, Dasar-Dasar Manajemen, Jakarta: Ghali Indonesia, 1981
Soeratman, Ki Hadjar Dewantara Peletak Dasar Pendidikan Nasional, Ki Hadjar Dewantara dalam Pandangan Cantrik dan Mantriknya Yogyakarta: MLPTS, 1989
Winardi, Teori Organisasi dan Pengor